Label

Kamis, 07 Januari 2010

Pengembangan Ladang Minyak West Seno

Berbicara tentang minyak dan gas bumi tentu tidaklah asing bagi kita orang Indonesia. Selain Indonesia termasuk salah satu gudang sumber daya alam ini, baik di darat maupun di lautan, setidaknya akhir-akhir ini telah akrab bagi kita bagaimana kita dibuat pontang-panting dengan makin melambungnya harga komoditas ini yang terjadi hampir tiap tahun. Tentu saja hal ini disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari masalah teknis sampai akibat faktor politis.
Salah satu sebab yang jelas adalah karena makin sulit dan dibutuhkannya investasi yang sangat besar untuk mendapatkan sumber energi ini. Sebagai salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharukan (non-renewable), tentu saja dari waktu ke waktu cadangannya akan semakin berkurang sehingga upaya untuk mendapatkannya menjadi semakin berkonsekuensi tinggi. Tahukah Anda bahwa untuk memenuhi kebutuhan ini manusia rela menuju ke lautan lepas, bahkan hingga ke kedalaman lautan lebih dari 1.000 meter? Yah, selama belum ada sumber energi alternatif yang lebih mudah didapatkan oleh khalayak umum, maka rasanya dimana pun adanya sumber hidrokarbon ini, ke situ pula manusia akan datang, tak terkecuali di lautan yang sangat dalam sekalipun.
Bagaimana halnya di Indonesia, apakah juga sudah sejauh itu keadaannya? Tulisan ini akan mengupas sedikit lebih dalam tentang ladang minyak dan gas bumi pertama di Indonesia yang dikembangkan di perairan-dalam, bahkan sangat-dalam (ultra deepwater). Apa dan bagaimana teknologi yang terkait dengan pengembangan ladang ini.
Ladang West Seno
Terletak di area berkedalaman 2.400 ft hingga hingga 3.400 ft, West Seno Field menjadi ladang minyak dan gas pertama di Indonesia yang dikembangkan di perairan-dalam. Ladang West Seno, yang terletak di areal PSC (Production Sharing Contract) selat Makasar (Gambar 1), telah ditemukan oleh Unocal pada tahun 1998. Terletak sekitar 118 mil (190 km) sebelah timur laut Balikpapan provinsi Kalimantan Timur di lereng kontinental delta Mahakam Utara, sekitar 50 km dari ladang Attaka. Produksi perdana dari lapangan West Seno ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2003 dan diharapkan dari fase yang pertama ini produksinya akan mencapai tingkat rata-rata berkisar antara 30.000 sampai dengan 40.000 barrel minyak perhari (barrels of oil per day, BOPD). Sementara itu dengan rampungnya Fase 1 pada akhir 2003 diharapkan mampu menghasilkangross production mencapai 35.000 hingga 40.000 BOPD dan meningkat lagi pada tahun 2004 sejalan dengan berlanjutnya program pengembangannya.
Produksi hariannya diharapkan mencapai puncaknya sebesar 60.000 BOPD (8,220 metrik ton) dan gas sebesar 150 juta kubik feet perhari (4,2 juta meter kubik) pada akhir 2005 dengan selesainya Fase 2 dari pengembangan ladang West Seno tersebut. Sebagai pengelola, Unocal Makassar berharap bisa mendapatkan 210 hingga 320 juta barrel (29 sampai 44 juta metrik ton) ekivalen-minyak dari ladang West Seno ini.
Gambar 1. Peta Ladang Minyak dan Gas Bumi West Seno di Selat Makasar
Eksplorasi Ladang West Seno
Keberhasilan yang diraih dari pemboran sumur eksplorasi Berukang-1 pada tahun 1994 memaksa UIC (Unocal Indonesia Company) melakukan akusisi data seismik 3D di daerah lepas pantai laut-dalam pada tahun 1995. Hal ini dilanjutkan dengan pekerjaan pemboran sumur eksplorasi laut-dalam yang dilaksanakan berdasarkan keberhasilan yang sudah dicapai, dari sudut pandang teknologi pemboran maupun pemodelan geologi, dari sumur laut-dalam pertama di Indonesia yaitu Merah Besar-1 pada tahun 1996. Mengikuti jejak keberhasilan penemuan ladang Merah Besar, maka pada tahun 1997 akusisi data seismik 3D yang mencakup luas daerah 2.200 kilometer persegi kembali dilakukan di daerah PSC Selat Makasar. Diawali dengan keberhasilan yang sudah dicapai dan pemboran sumur West Seno-2, berikut 7 sumur eksplorasi selanjutnya, dari West Seno-1 sampai dengan West Seno-8, maka pada tahun 1998 lapangan West Seno ditemukan.
Pekerjaan pengembangan ladang West Seno ini adalah mengikuti jejak keberhasilan pekerjaan pemboran 8 sumur eksplorasi pada struktur geologi West Seno yang dimulai pada pertengahan tahun 1998 sampai dengan kwartal pertama tahun 1999. Program pengambilan data bawah permukaan yang menyeluruh dilakukan selama pemboran sumur eksplorasi yang mencakup akusisi data seismik 3D, data log, data tekanan dan fluida formasi MDT, data DST, dan konvensional contoh bantuan atau core samples. Evaluasi dari data-data tersebut yang ditunjang juga oleh interpretasi data seismik dan simulasi sifat dinamik dari reservoir, akan dapat memberikan hasil perhitungan dasar jumlah cadangan untuk lapangan West Seno.
Teknologi Pengembangan Ladang
Unocal Makassar mengembangkan West Seno dengan konsep dasar pengembangan bertahap (dalam dua fase) dengan mengacu pada konsep teknologi yang baru pertama kali diterapkan di bumi Indonesia yaitu penggunaan dua buah anjungan lepas pantai jenis TLP (Tension Leg Platform), sebuah FPU (Floating Production Unit), dan sepasang sistim pipa laut (pipeline) yang langsung dihubungkan dengan jaringan yang ada di darat untuk menyalurkan produk ke infrastruktur di pantai (Gambar 2).
Gambar 2. Rencana Pengembangan Ladang West Seno
Awal projek pengembangan lapangan West Seno ditandai dengan dipasangnya anjungan TLP A, sebagai anjungan pertama, pada bulan Februari, tahun 2003 (Gambar 3). Pengembangan Fase 1 ini dilanjutkan dengan operasi pemboran sumur pengembangan pada tanggal 19 Maret 2003. Pemboran sumur pengembangan pada anjungan TLP A ini direncanakan akan berjumlah 28 buah, dan akan diselesaikan pada akhir tahun 2004. Sumur-sumur ini akan digunakan untuk mengeksploitasi sumber hidrokarbon di bagian utara dari ladang West Seno. Sehingga TLP A akan mendukung 28 sumur dan sebuah tender-assist drilling rig. Hal ini merupakan aplikasi pertama bagi sebuah tender-assist drilling rig dalam suatu lingkungan perairan-dalam. Selanjutnya TLP A dihubungkan dengan FPU di sebelahnya tempat dimana minyak dan gas mengalami proses produksi.
Fase 2 meliputi penambahan TLP ke dua, yang dipasang pada jarak 3 mil dari TLP A dan penambahan hingga 24 sumur, sesuai dengan kapasitas TLP-nya, di bagian selatan dari ladang. Instalasi anjungan TLP B ini, direncanakan akan dimulai pada kwartal terakhir tahun 2005, dan sumur pegembangan yang akan dibor pada anjungan ini berjumlah 20 sumur yang akan dimulai pada kwartal pertama tahun 2006.Sejauh ini kita sudah berkali-kali menyebut kata “TLP”. Sudahkah Anda paham betul dengan istilah yang satu itu. Kalau belum, silakan Anda menyimak artikel-artikel saya sebelumnya.
TLP A West Seno
Sebenarnya, secara terminologi teknis, TLP A yang sudah dipasang pada bulan Februari 2003 di Ladang West Seno itu masih termasuk dalam kategori “Mini-TLP”. Meski demikian, jika Anda lihat Gambar.3(a) tentunya Anda bisa membayangkan betapa besarnya bangunan ini jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan darat pada umumnya. TLP ini memiliki berat geladak dan lambung masing-masing adalah 1.700 ton dan 4.800 ton. Tendon dari TLP panjangnya mencapai 975,6 m (3.200 ft) yang tersusun dari 18 segmen pipa baja dengan panjang masing-masing 50,3 m (165 ft), dimana segmen paling atas dan paling bawah, masing-masing digunakan sebagai penghubung ke bagian kolom TLP dan dasar laut. Sementara itu besar diameter tendonnya 26 inci dengan ketebalan dinding pipa 1,036 inci. Dengan panjangnya tendon serta relatif kecil diameternya, maka akan nampak “laksana seutas benang yang menahan gempuran ombak dan arus” saja jika anjungan ini tengah beroperasi di tengah lautan. Bahkan saat beroperasi, akibat terjangan gelombang dan arus laut, bagian platform dari TLP ini bisa bergerak surge (maju-mundur) sejauh tidak kurang dari 50 m dari posisi vertikalnya.
Di sisi lain, teknologi TLP ini sekaligus juga telah memperlihatkan untuk pertama kalinya performans gabungan dari beberapa aspek desain yang meliputi : riser produksinya yang bersifat fixed, non-stroking tensioners, sambungannya sebagian besar berupa sambungan ulir dan kopel serta operasi pengeborannya mampu untuk tender supported.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) TLP-A pada saat instalasi, (b) TLP-A setelah diinstal pada bulan Pebruari 2003
Artikel terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar